News

KPK Tetapkan Walikota Cimahi Tersangka Suap Perizinan Pembangunan Rumah Sakit

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan dua tersangka kasus suap terkait dengan perizinan Rumah Sakit Umum (RSU) Kasih Bunda di Kota Cimahi, Jawa Barat Tahun Anggaran 2018-2020.

Dua tersangka, yaitu Wali Kota Cimahi 2017-2022 Ajay Muhammad Priatna (AJM) dan Komisaris RSU Kasih Bunda Hutama Yonathan (HY).

“Setelah dilakukan serangkaian pemeriksaan dan sebelum batas waktu 24 jam sebagaimana diatur dalam KUHAP, dilanjutkan dengan gelar perkara KPK menyimpulkan adanya dugaan tindak pidana korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji oleh penyelenggara negara terkait perizinan di Kota Cimahi Tahun Anggaran 2018-2020,” kata Ketua KPK Firli Bahuri saat jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Sabtu.

Firli menyampaikan, transaksi pidana suap terjadi dimulai pada 2019 saat Rumah Sakit Umum Kasih Bunda melakukan pembangunan penambahan gedung. Kemudian, diajukan permohonan revisi IMB kepada dinas penanaman modal dan pelayanan terpadu satu pintu kota Cimahi.

Untuk mengurus perizinan pembangunan, ujar Firli, Hutama Yonathan sebagai komisaris Rumah Sakit Umum Kasih Bunda bertemu dengan Ajay selaku walikota Cimahi di salah satu restoran Bandung.

“Pada pertemuan tersebut diduga Ajay meminta sejumlah uang Rp3,2 miliar yaitu sebesar 10 persen dari nilai RAB yang dikerjakan oleh sub kontraktor pembangunan rumah sakit umum Kasih Bunda senilai Rp32 miliar,” ujarnya.

Permintaan uang oleh Ajay disetujui oleh Hutama, untuk menyamarkan suap Hutama menggunakan kwitansi fisik seolah-olah sebagai pembayaran pengerjaan fisik dari bangunan rumah sakit umum Kasih Bunda.

Pemberian kepada Ajay telah dilakukan sebanyak lima kali di beberapa tempat hingga berjumlah sekitar Rp1,6 miliar dari total kesepakatan Rp3,2 miliar. Pemberian telah dilakukan sejak tanggal 6 Mei, terakhir, pada saat operasi tangkap tangan (OTT) tanggal 27 November sebesar Rp425 juta.

Sebagai penerima, Ajay disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan atau Pasal 12 B Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sementara Hutama disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Bagikan Informasi Ini :