Pakar hidrologi dari Fakultas Teknologi Industri Pertanian Universitas Padjadjaran Prof. Ir. Chay Asdak, PhD, menyeutkan bencana alam dan banjir yang terjadi di Jawa Barat dikarenakan faktor cuacca dan iklim serta degradasi hutan.
“Berdasarkan data BMKG, curah hujan di wilayah Jawa Barat di awal 2021 terbilang ekstrem, lebih dari 100 – 150 milimeter/hari. Melihat kondisi alamnya yang bergunung-gunung, maka hujan orografis banyak terjadi di Jabar,” kata Prof. Chay dalam diskusi “Satu Jam Berbincang Ilmu: Waspada Bencana Hidrometeorologi di Jawa Barat” secara virtual, belum lama ini.
Beberapa pekan terakhir, sejumlah wilayah di utara Jawa Barat, termasuk DKI Jakarta, banyak dilanda banjir. Menurut Prof. Chay, jika dianalisis, banjir yang terjadi di wilayah pantai utara Jabar dipicu oleh dua faktor. Dua faktor tersebut adalah tingginya hujan yang terjadi di wilayah tengah dan pesisir utara, serta fenomena air laut yang pasang.
Melihat kontur kawasan utara yang lebih rendah, hujan di kawasan tengah yang notabene wilayah dataran tinggi akan menyebabkan air melimpah lebih banyak ke kawasan utara. Di saat bersamaan, kawasan utara juga ditekan fenomena air balik (back water) akibat pasang laut menyebabkan air menggenangi sejumlah wilayah di kawasan pesisir utara.
“Kalau kita lihat banjirnya kan diam saja, tidak mengalir seperti di kawasan tengah,” kata Prof. Chay.
Sementara dari sisi tata ruang, degradasi lahan dan hutan masif terjadi. Sejak 2005, penyimpangan tata ruang lahan terus meningkat. Salah satunya adalah di kawasan hulu Sungai Ciliwung. Masifnya peningkatan lahan kritis di kawasan tersebut turut berdampak pada terjadinya banjir di wilayah Jakarta.
Prof. Chay menjelaskan, alih fungsi hutan dan lahan untuk kepentingan budidaya maupun komersial di Jawa Barat secara perlahan akan meningkatkan jumlah air yang tidak terserap ke dalam tanah. Akibatnya, banjir akan terus terjadi sepanjang musim.
Selain itu, tidak ada aturan yang tegas dalam melarang masyarakat untuk membuka hutan demi kepentingan budidaya. “Ini yang menjadi tantangan besar, kita masih kesulitan dalam menindak penyimpangan lanskap oleh petani dibandingkan oleh industri,” ujarnya.