Pemerintahan

SABISA, Cara Jabar Maksimalkan Potensi Bisnis di Desa

KOTA BANDUNG — Pemerintah Daerah (Pemda) Provinsi Jawa Barat (Jabar) mendorong potensi desa, baik Sumber Daya Alam (SDA) maupun sosio kultural, supaya dapat didayagunakan menjadi potensi ekonomi/bisnis dengan prinsip berkelanjutan. Untuk mencapainya, perlu peningkatan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) dan skill entrepreneur.

Salah satu strategi yang dilakukan Pemda Provinsi Jabar yaitu melalui program SABISA atau Sakola Bisnis Desa, yang dimulai pada tahun ini dengan menghadirkan para kepala desa dan 100 direktur BUMDesa.

Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPM-Desa) Jabar Bambang Tirtoyuliono mengatakan, kepala desa dan direktur BUMDesa memiliki peranan penting dalam mengembangkan potensi desa.

Kehadirannya diharapkan memaksimalkan potensi desa dengan prinsip berkelanjutan dan memperhatikan kearifan lokal sehingga mampu memberi dampak bagi kesejahteraan masyarakat di perdesaan yang jumlahnya mencapai 72 persen dari total jumlah penduduk di Jabar.

“Melalui SABISA diharapkan BUMDesa mampu bertransformasi menjadi model usaha yang lebih profesional untuk memajukan perekonomian masyarakat pedesaan,” katanya saat meluncurkan program SABISA di Bandung, Kamis (8/4/2021).

Dari 5.312 desa di Jawa Barat, menurutnya terdapat 4.921 BUMDesa.Namun, harus diakui belum semua aparatur desa dan direktur BUMDesa mampu menjalankan bisnisnya dengan baik. Hal ini sangat terkait dengan masih terbatasnya wawasan dan skill bisnis.

Oleh karena itu, program SABISA diharapkan mampu meningkatkan dan mengembangkan bisnis BUMDesa, sehingga bisa memberi kesejahteraan bagi masyarakat. Dalam program yang diikuti kepala desa dan direktur BUMDesa ini, mereka akan mendapatkan pelatihan dari pemateri yang terdiri dari akademisi, pelaku usaha, perbankan, dan Kementerian Desa.

Sebagai contoh, lanjut Bambang, para utusan dari masing-masing desa akan dilatih mengenai operasionalisasi BUMDesa mulai dari pengenalan potensi hingga pembentukan ekosistem.

“Mereka akan diajari cara menggali potensi desanya seperti apa, bagaimana cara untuk menjual produknya, termasuk dengan membentuk pasarnya seperti apa,” tuturnya.

Dengan begitu, Bambang berharap nantinya BUMDesa mampu membuat produk yang sesuai dengan kebutuhan pasar. “Harus menciptakan produk yang dibutuhkan pasar, yang akan laku di pasar,” katanya.

Selain itu, melalui SABISA ini, Bambang berharap para kepala desa bisa saling mengenal dan bersinergi untuk mengetahui potensi dan kebutuhan masing-masing. Dengan begitu, setiap BUMDesa akan saling mendukung, bukan saling bersaing.

“Ada rantai nilainya juga, berperan dari hulu ke hilir. Mana desa berperan di hulu, mana di hilir. Jadi bisa membenahi rantai pasok,” katanya.

Dengan begitu, dia berharap BUMDesa menghasilkan produk yang semua bahannya lokal, berasal dari desa sekitar. “Jangan sampai membuat produk yang bahan-bahannya impor,” kata dia.

Lebih lanjut, Bambang berharap para lulusan SABISA bisa menjadi model dalam pengelolaan BUMDesa yang baik. “Mereka akan menjadi contoh bagi BUMDesa yang lain, tentang pengelolaan dan model bisnis yang bagus,” katanya.

Di tempat yang sama, akademisi Universitas Padjajaran Bandung, Dwi Purnomo, mengatakan, keberadaan BUMDesa sangat erat kaitannya dengan kepala desa. “BUMDesa ini kan dibentuknya oleh pemerintah desa,” kata dia.

Namun, menurutnya, para aparatur desa ini memiliki pengetahuan yang terbatas tentang tata kelola BUMDesare . Bahkan, dia pun menilai banyak kepala desa yang tidak memiliki kepedulian terhadap badan usaha tersebut.

“Jangan sampai warga desanya ingin maju, tapi dari pemerintah desanya enggak ada dukungan,” ujarnya. Oleh karena itu, menurutnya, perlu ada pemahaman yang sama antara kepala desa dengan warga khususnya pengelola BUMDesa.

Dalam SABISA ini, dia mengaku akan mengajak kepala desa dan pengelola BUMDesa untuk menyusun rencana kerja secara bersama-sama. Melalui cara ini, dia berharap para penentu kebijakan ini bisa mengetahui kontekstual bisnis di masing-masing daerahnya.

“Jadi bukan hanya membuat produk yang kemudian dikenalkan, tapi harus ada inovasi,” katanya. Selain itu, mereka pun akan diberi pemahaman tentang menggali potensi di desa, berinovasi, hingga mencari sumber dana.

“Dulu basisnya produk, sekarang di era digital kepala desa dan pengurus BUMDes harus mampu melihat perubahan. Perlu kolaborasi, saat ini kekuatannya di sumber daya manusia yang harus kreatif,” katanya.

Bagikan Informasi Ini :