Gubernur Jawa Barat M. Ridwan Kamil menetapkan status siaga 1 menghadapi potensi bencana hidrometerologi selama enam bulan ke depan yakni November 2020 hingga Mei 2021.
Rentang waktu status siaga 1 ini, ujar Kang Emil, berbanding lurus dengan prediksi dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) sehingga ditetapkan selama enam bulan.
“Jadi hampir setengah tahun, 6 tahun ke depan. Kesiapsiagaannya air, cuaca dan dari BMKG musim hujan dimulai Oktober ditambah ada potensi La Nina, kita siagaan dalam dua bulan di tahun 2020 dan empat bulan di 2021,” ungkap Emil disela Apel kesiapsiagaan yang melibatkan unsur TNI, Polri dan relawan pun dilakukan di depan Gedung Sate, Jalan Diponegoro Kota Bandung, Rabu (4/11/2020).
Dalam apel itu, Emil memeriksa sejumlah peralatan dan teknologi yang akan digunakan untuk menghadapi bencana didampingi pimpinan Forkompimda Jabar lainnya. Baik peralatan saat penanggulangan bencana maupun untuk pemulihan pascabencana.
“Pagi hari melakukan apel siaga terkait kebencanaan, khususnya hidrometerologi yang berhubungan dengan kebencanaan oleh air dan perubahan iklim. Potensi badai La Nina yang akan hadir membawa dampak naiknya gelombang laut sehingga potensi tsunami, banjir dan lain-lain harus disikapi dengan siaga 1,” tegas Emil .
Emil pun meminta agar 27 kabupaten/kota di Jawa Barat untuk bersiaga, karena tingkat kebencanaan di akhir tahun 2019 sampai awal tahun 2020 terus terjadi. Seperti halnya banjir besar di Jabodetabek dan sejumlah wilayah di Bandung Raya pada jelang pergantian tahun 2020.
“Apel siaga ini dilakukan di level 27 kabupaten/kota yang dipimpin oleh kepala daerah masing-masing, untuk menandakan kita waspada dan peralatan yang sudah disediakan. Mulai dari teknologi mencari korban bencana, teknologi mengobati dan membedah orang yang terkena bencana, dapur umum dan alat-alat canggih yang bisa mengubah air kotor menjadi air layak minum, ada juga drone untuk pencarian di air atau laut yang bisa diatur remote,” jelas Emil.
Dia memerintahkan agar dalam waktu dekat simulasi penyelamatan tsunami dilakukan di wilayah pantai selatan, sekaligus penanaman 50 juta pohon di wilayah hulu dan hilir. “Penanaman sedang berlangsung, tapi di akhir tahun dimaksimalkan di daerah yang kritis, atau ada potensi air berlebih ke daerah-daerah di hilir,” tutup Emil.