Untuk mendapatkan informasi data serta rekomendasi mengenai Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Provinsi Jawa Barat mengenai tenaga kesehatan (Nakes), Pimpinan dan Anggota Pansus VII DPRD Provinsi Jawa Barat yang di dampingi Wakil Ketua DPRD Provinsi Jawa Barat, Achmad Ru’yat menyambangi beberapa kota dan kabupaten, yaitu Kota dan Kabupaten Cirebon, Kota Tasikmalaya dan Kabupaten Garut.
Dalam kunjungan tersebut, Achmad Ru’yat yang juga menjabat sebagai Koordinator Pansus VII mengatakan, pihaknya menemukan data bahwa akan ada banyak tenaga honorer yang akan tidak terakomodir karena aturan dari pemerintah pusat mengenai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) sehingga kuota kebutuhan tenaga kesehatan ini harus benar-benar ditetapkan jumlah nya agar tidak menimbulkan pengangguran.
“Bahwa nomenklatur dari pusat terkait dengan PPPK akan banyak tenaga kerja honorer yang tidak terakomodir, maka harus ada solusi agar PPPK ditetapkan kuotanya menyesuaikan jumlah tenaga kerja honorer yang sudah berdedikasi lama dalam pelayanan kepada masyarakat seperti dokter spesialis dan tenaga kesehatan terlatih, jika kalah dalam test dengan lulusan baru akan menimbulkan pengangguran,” kata Ru’yat di Kota Tasikmalaya, Rabu, (22/6/2022).
Sementara itu, Pimpinan Pansus VII DPRD Provinsi Jawa Barat, Viman Alvarizi menambahkan, pihaknya ingin mencarikan solusi untuk Raperda tentang pengelolaan tenaga kerja kesehatan ini, karena menurutnya pelayanan kesehatan tidak maksimal jika pendistribusian tenaga kesehatan tidak merata.
Menurut Viman, ada 171 ribu tenaga kesehatan dan 1100 puskesmas tersebar di Jabar yang menjadi pekerjaan rumah saat ini dan itu harus diselesaikan bersama dengan pemerintah pusat, provinsi maupun kabupaten kota.
“Apalagi ada kurang lebih 171 ribu tenaga kesehatqn dan 1100 puskesmas yang tersebar di jawa barat yang menjadi pekerjaan rumah kitq bersama,” kata Viman.
Viman menyebut, PPPK dan Honorer menjadi masalah utama saat ini yang harus dibahas dengan pemerintah pusat, cost sharing pun akan menjadi salah satu solusi bagi daerah terpencil yang masih kurang tenaga dokter dan spesialis serta perawat dan harus pihaknya akomodir agar tenaga kesehatan itu tidak terpusat di kota besar saja.
“Jadi harus ada cost sharing yang akan menjadi solusi, apalagi banyak daerah-daerah terpencil yang masih kurang tenaga kesehatannya, tenaga dokternya, spesialisnya bahkan perawatnya, sehingga kita harus bisa mengakomodir dalam raperda agar ada insentif-insentif khusus sehingga mereka tertarik dan tidak kumpul hanya di kota- kota besar saja,” tutup Viman.