Arahjabar.id – Perusahaan pemberi pinjaman asal Rusia Sberbank meluncurkan aplikasi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) pesaing ChatGPT bernama GigaChat pada Senin (24/4), seperti dikutip dari Reuters. Aplikasi itu kini masih dalam tahap uji coba bagi sejumlah undangan.
GigaChat dapat berfungsi layaknya chatbot, seperti menjawab pertanyaan dan melakukan percakapan. Namun, menurut Sberbank, aplikasinya mampu berkomunikasi lebih cerdas dan efektif dalam bahasa Rusia dibandingkan jaringan asing lainnya.
Kemunculan GigaChat menjadi salah satu cara Rusia untuk mengurangi ketergantungan pada impor dan teknologi dari luar negaranya. Musababnya, semakin banyak negara barat yang memangkas ekspor dan memberikan sanksi pada Rusia atas tindakan mereka terhadap Ukraina.
Tidak hanya itu, GigaChat turut meramaikan persaingan dalam dunia kecerdasan buatan. Pada 2022, startup asal Amerika Serikat OpenAI merilis aplikasi chatbot serupa bernama ChatGPT. Google juga meluncurkan chatbot miliknya, Bard, di Amerika Serikat dan Inggris pada akhir Maret 2023.
Alhasil, semakin banyak pengguna yang kini mengakses dan menggunakan teknologi kecerdasan buatan. Karena itu, chatbot semacam ini diharapkan bisa membentuk kembali cara orang bekerja dan berbisnis.
Dampak buruk chatbot kecerdasan buatan
Meski menandai era baru teknologi kecerdasan buatan, penggunaan chatbot yang kian luas menimbulkan dampak buruk. Misalnya, kemampuan ChatGPT mengerjakan soal matematika kerap digunakan pelajar untuk menyelesaikan tugas mereka.
“Awalnya memang membantu, tetapi ini tidak mencapai tujuan pembelajaran,” kata Spesialis Keamanan Teknologi Vaksincom Alfons Tanujaya kepada Katadata.co.id, pada Desember 2022 lalu.
Kemudian, teknologi kecerdasan buatan berpotensi menggantikan posisi para pekerja kerah putih atau pegawai kantoran. Hal ini bahkan telah terjadi pada beberapa perusahaan raksasa teknologi.
Melansir Financial Times, perusahaan teknologi seperti Microsoft, Meta, Google, Amazon, dan Twitter mengembangkan layanan berbasis kecerdasan buatan untuk platform mereka. Namun, lima perusahaan itu kemudian memutus kerja karyawan yang melakukan pengembangan tersebut.
Sejumlah negara pun mengambil kebijakan untuk memblokir ChatGPT, yakni Cina, Iran, Korea Utara, Rusia, dan Italia. Otoritas Perlindungan Data Italia, misalnya, menilai aplikasi tersebut kurang transparan terhadap penggunaan data pribadi pengguna dan tidak memiliki sistem verifikasi usia pengguna.
Uni Eropa juga tengah mempersiapkan undang-undang tentang kecerdasan buatan, yang akan sejalan dengan undang-undang perlindungan data pribadi.